Suasana di kantor bupati
benar-benar tegang. Beberapa petugas berseragam safari hilir mudik dan
berjaga di beberapa tempat. Wajah mereka yang kaku cukup untuk
menggambarkan setegang apa situasi di tempat itu. Beberapa tamu yang
lewat diarahkan kd tempat lain, seolah mencegah mereka untuk memasuki
area tertentu. Meski begitu sayup-sayup masih terdengar suara
teriakan-teriakan panas dari sebuah ruangan yang tertutup rapat, yang
pintunya dijaga oleh dua sekuriti berwajah keras.
Di dalam ruangan, beberapa
orang berpakaian safari duduk berhadapan pada sebuah meja besar. Salah
satu dari mereka, yang duduk ditempat paling ujung yang biasanya
ditempati oleh pemimpin rapat, terlihat terengah-engah dengan wajah
merah padam. Orang itu, pria paruh baya agak gemuk dengan rambut tipis
beruban, menyeka wajahnya yang berminyak dengan sapu tangan, matanya
yang melotot merah menunjukkan kalau dia sedang marah.
“Instruksi dari Bapak Bupati
kan sudah jelas!” pria itu membentak sambil menggebrak meja. Orang yang
ada di sebelahnya berjengit menjauh.
“Maaf Pak ajudan..” salah
satu staf yang duduknya paling dekat mencoba menjawab. “Kita kecolongan,
saya sendiri heran dari mana mereka bisa tahu.”
Pria yang disebut ajudan itu melotot ke arah staf tadi.
“Lalu buat apa kamu dibayar?” dia membentak lagi. Staf itu langsung mengkeret lagi.
“Saya tidak mau tahu! Instruksi Pak Bupati sudah jelas. Reporter itu harus dihentikan.”
Rapat hari itu bubar tanpa
ada keputusan pasti. Si Ajudan terlihat sibuk menerima panggilan lewat
ponselnya, dia berjalan mondar-mandir di ruangan itu sambil bergumam
tidak jelas.
Semua itu berawal dari
sebuah berita koran lokal yang menyebutkan bahwa Pak bupati telah
melakukan korupsi dengan cara menggelapkan pendapatan asli daerah.
Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, mencapai triliunan rupiah. Tidak
mengherankan. Sebagai bupati di Kalimantan yang kaya akan sumber daya
alam, tentu pendapatan daerahnya bisa mencapai puluhan triliun per
tahun.
Celakanya, berita itu
tercium oleh tim dari MetroTV yang memang sangat jeli dalam mendapatkan
berita-berita semacam itu. Kalau berita itu tercium sampai ke pusat,
maka bisa dipastikan hampir seluruh pejabat daerah tersebut bakal masuk
penjara. Hal itulah yang sangat ditakuti oleh sang bupati. Sebagai
penguasa daerah yang kaya-raya, bupati di sana ibarat raja, perintahnya
sangat dijunjung tinggi. Mengusik bupati sama dengan cari mati.
***
Prita Laura memandang ke
arah jendela untuk melepaskan ketegangan matanya. Perjalanan kali ini
terasa sangat membosankan. Sudah berjam-jam lamanya dia duduk di mobil.
Sopir penjemputnya bilang perjalanannya memakan waktu delapan jam, masih
belum ditambah perjalanan lewat Sungai Kapuas yang juga tidak sebentar.
Sebagai reporter, Prita sering melakukan perjalanan jauh, tapi belum
pernah Prita mengalami perjalanan yang selama dan semembosankan ini.
Di sebelahnya, Frida Lidwina
tampak sama bosannya dengan dia. Wajah Frida yang putih terlihat
seperti tersaput kabut tebal. Earphone putih yang menempel di telinganya
beberapa kali dimain-mainkan hanya sekedar untuk menyibukkan tangannya.
Musik dari MP3 player yang digenggamnya sudah tidak sepenuhnya dia
nikmati.
Frida menoleh ke arah Prita, pada saat bersamaan Prita juga menoleh ke arahnya. Keduanya saling berpandangan sambil nyengir.
“Kenapa? Bosen?” tanya Prita pendek.
“Iya nih. Gue bosen banget.”
Frida menjawab sambil tersenyum. Giginya yang putih rata tampak kontras
dengan bibirnya yang merah seksi.
“Tenang aja.” Prita melihat ke jam tangan Cartiernya. “Elo masih punya waktu tiga jam lagi buat bosen.”
“Konyol..” Frida tertawa
lepas. Stres perjalanannya sedikit berkurang. Prita memang orangnya
lucu. Meski pendiam, tapi spontan dan komentar-komentarnya kadang tak
terduga.
“Padahal setelah ini masih harus lewat Sungai Kapuas kan?” tanya Frida.
“Yup.” jawab Prita pendek.
“Berapa lama?”
“Sekitar empat sampai lima jam katanya..” Prita menjawab ringan. Frida membelalakkan matanya yang indah dengan tatapan kaget.
Perjalanan terus berlanjut
tanpa insiden berarti, kecuali jika guncangan keras saat mobil melindas
batu, yang membuat Frida terlempar dari kursinya bisa dihitung sebagai
insiden. Mereka akhirnya sampai di desa terakhir yang bisa dijangkau
lewat darat. Desa itu berada tepat di tepi Sungai Kapuas yang lebar.
Daerah yang mereka tuju terletak sekitar lima jam ke arah hilir
menggunakan perahu motor.
Prita berdiri dengan
bertolak pinggang, menatap ke arah sungai lebar yang ada di hadapannya.
Agak ngeri juga Prita memandangnya, mengingat dirinya tidak pandai
berenang. Bagaimana kalau tenggelam, pikirnya.
“Bengong aja.” tegur Mas
Teguh, salah satu dari dua juru kamera yang mendampingi Prita dan Frida.
“Bantuin angkat nih!” Mas Teguh menyodorkan tas besar berisi kaset VCR.
Prita memonyongkan bibirnya mencibir lucu. Sementara Frida dan satu
juru kamera yang lain terlihat berbicara dengan salah satu penduduk
lokal.
Pria yang diajak bicara oleh
Frida itu tidak terlalu tinggi, bahkan bisa dibilang pendek. Tingginya
kurang dari sebahunya Frida. Meski begitu tubuhnya yang legam terlihat
kekar, tato bermotif tribal menghiasi lengan kirinya yang berotot.
Wajahnya keras, dihiasi kumis yang tumbuh jarang-jarang. Rambutnya agak
panjang dan berantakan. Segores bekas luka memanjang di pipi kirinya
membuat wajahnya seperti terbelah jadi dua.
Prita, yang melihat Frida memberi isyarat, segera mendatangi mereka.
“Ini pemandu kita.” kata Frida sambil menunjuk ke arah pria yang tadi diajaknya bicara.
“Herman.” pria itu menjabat tangan Prita yang lembut, cengkeramannya seperti ingin meremukkan jari tangam Prita yang halus.
“Prita Laura.” jawab Prita sambil meringis, kemudian memegangi tangannya sambil mengeluh kesakitan.
“Oh, maaf.” Herman berujar
cepat, meski begitu ucapannya terdengar datar dan tidak tulus. Prita
hanya mengangguk dan nyengir kecil.
“Berapa dia minta?” Prita berbisik pada Frida sambil menarik Frida menjauh.
“Empat.” jawab Frida pendek.
“Empat ratus?” Prita mengangkat alis. “Enggak kemahalan?”
“Siapa bilang empat ratus?” Frida menjawab dengan nada jengkel. “Empat juta.”
“Empat juta? Gila.!” Prita meninggikan suaranya. “No way! Nggak bisa!”
“Sayangnya cuma mereka yang ada.” kata Frida. Keduanya terdiam selama beberapa lama.
“Aneh..” Prita berujar datar.
“Aneh apanya?”
“Begitu banyak orang di desa ini, apa mungkin cuma dia pemandu di sini?” terang Prita.
“Gue nggak tahu.” Frida hanya mengangkat bahu.
Mereka menyusuri Kapuas
dengan menggunakan perahu motor. Herman membawa tiga orang temannya
sesama pemandu. Masing-masing memperkenalkan diri sebagai Gayong, Sam,
dan Eddy. Gayong adalah seorang peranakan suku asli pedalaman. Badannya
tegap dengan wajah mirip orang cina, tapi kulitnya hitam terbakar. Sam
berbadan gempal dan berwajah seperti orang mengantuk, usianya diatas 40
an, kantong matanya menggelambir besar, pipinya gemuk tapi kendor.
Sementara Eddy, tidak sesuai dengan namanya, wajahnya lebih mirip orang
bego yang melongo terus menerus. Giginya ompong di beberapa tempat.
Hobinya mengisap rokok kemenyan yang asapnya bisa membuat pusing
siapapun yang menghirupnya.
Untungnya, perjalanan lewat
sungai tidaklah semembosankan yang dibayangkan oleh Prita dan Frida.
Sepanjang perjalanan yang mereka lihat adalah pepohonan hijau rindang di
sisi kiri dan kanan sungai. Seringkali mereka melihat beberapa satwa
seperti burung atau kawanan kera bergerak di sela-sela pepohonan.
Sementara itu di bagian belakang kabin kapal terlihat Gayong, Sam dan
Eddy sedang belajar mengoperasikan VCR portabel. Mas Teguh mengajari
mereka.
“Sebenarnya nggak sulit.”
kata Mas Teguh. “Ini switch ON OFF, ini casing tempat kaset ini zoom dan
adjustment switch..” Teguh menunjuk beberapa bagian VCR. Ketiga pemandu
itu mengangguk paham. Mereka kemudian mencoba mengambil beberapa
snapshot, diantaranya menyorot Prita yang sedang bengong di dekat
jendela.
Suasana yang sejuk ditambah
angin yang bertiup leluasa membuat hawa kantuk menyebar dengan cepat.
Herman dan ketiga temannya berkumpul agak terpisah sambil menikmati
semacam minuman tradisional yang mereka bawa.
“Apa itu Pak Herman?” tanya Prita yang tertarik pada minuman berwarna kuning keruh yang dikemas dalam botol air mineral besar.
“Oh. Ini tuak manis.” Herman
mengangkat gelas plastik di tangannya. “Dari campuran air nira dan
tape. Tapi nggak bikin mabuk kalau sedikit.” Herman buru-buru
menambahkan saat melihat ekspresi Prita.
“Non Prita mau?” tanya
Herman yang tanpa menunggu jawaban dari Prita langsung menuangkan tuak
manis itu ke dalam empat gelas plastik yang tersedia di dekat mereka.
Lalu bersama-sama, Herman dan Prita membawa empat gelas tuak itu ke
rombongan Prita.
“Apa ini Prit?” tanya Frida sambil mengamati isi gelas dengan tatapan bertanya-tanya.
“Minuman tradisional daerah sini katanya.” Prita menjawab. “Tuak.”
“Bikin mabuk dong.” sela Frida.
“Nggak, kalau minumnya cuma segelas dua gelas.” Herman mendahului. “kami sering minum ini. Saya jamin nggak bikin mabuk.”
Prita mengangkat bahu
melihat ekspresi Frida dan teman-temannya. Di belakang, Gayong, Eddy dan
Sam terdengar tertawa-tawa sambil bicara dalam bahasa daerah dengan
pengucapan yang cepat.
Akhirnya setelah diyakinkan
oleh Herman kalau minuman tradisional itu tidak memabukkan, Prita dan
teman-temannya mencicipi minuman itu.
“Rasanya seperti air tape..” kata Frida sambil mencecap lidahnya.
“Agak kecut ya.?” Prita
menambahkan. Beberapa detik kemudian tubuhnya mulai bereaksi. Minuman
itu membuat perutnya menghangat, seolah ada yang menyalakan api di dalam
perutnya. Dalam sekejap hawa hangat itu langsung menyebar ke seluruh
tubuhnya, membuat Prita seolah merasa ringan sekali, seolah Prita merasa
tubuhnya melayang beberapa senti di udara.
Selang beberapa menit,
setelah menghabiskan satu gelas, reaksi tubuh Prita mulai berbeda.
Tubuhnya terasa lemas dan mengantuk. Semula Prita mengira ini disebabkan
oleh faktor perjalanan yang terlalu melelahkan, tapi tiba-tiba Prita
tersadar kalau rasa kantuknya ini tidak ada hubungannya dengan
perjalanan yang melelahkan ini.
***
Prita tersentak bangun
dengan gelagapan saat seember air menyiram sekujur tubuhnya dari ujung
rambut sampai pinggang. Prita menggelengkan kepalanya, mengibaskan air
dari wajah dan rambutnya. Sesaat Prita merasa pengaruh minuman
tradisional yang membuatnya tertidur masih menguasainya. Kepalanya masih
terasa pusing dan berputar-putar selama beberapa detik. Baru, beberapa
detik berikutnya, secara pelan-pelan Prita tersadar dengan keadaan
dirinya sekarang. Prita mendapati dirinya terikat pada sebuah kursi kayu
yang besar dan kokoh dengan posisi tangan di belakang punggung kursi.
Tapi itu bukan bagian terburuknya. Bagian terburuknya adalah, saat itu
Prita hanya tinggal mengenakan BH dan celana dalam saja! Posisi
pahanyapun dibuat sedemikian rupa sehingga daerah kemaluannya terbuka
lebar, membuat daerah kemaluannya membayang dengan jelas. Air yang
menyiram tubuhnya membuat BH Dan celana dalamnya yang tipis menjadi
semakin transparan sehingga puting payudaranya dan vaginanya membayang
dengan samar. Kalau ada yang membuat Prita lebih kaget lagi adalah, saat
dia tahu kalau Herman dan ketiga kawannya berdiri di hadapannya.
Keempat orang itu tengah asyik menikmati keindahan tubuh putih mulus
Prita yang setengah telanjang.
“Pak Herman..? Kenapa..”
Prita dengan penuh kekagetan bertanya. Prita merasa sangat malu dan
sekaligus marah diperlakukan seperti ini. Belum pernah sepanjang
hidupnya Prita mengalami penghinaan sehina ini.
“Tenang saja di situ Prit.” Herman berkata dengan dengusan nafas liar. “Kami sedang melihat pemandangan indah.”
“Jangan Pak..” Prita mulai
menangis ketakutan. “Jangan perkosa saya.” Prita mencoba meronta seolah
dengan begitu dia bisa membebaskan diri dari tali yang membelit tangan
dan kakinya. Tapi ketika tahu usahanya sia-sia, Prita menjadi panik.
“Tolong.!” Dalam keadaan panik, Prita berteriak. Anehnya Herman dan kawan-kawannya malah tertawa.
“Percuma teriak.” Herman berkata santai. “Di tengah hutan siapa yang mau menolong?”
Ucapan Herman itu seperti merontokkan keberanian Prita. Prita tersadar kalau dia bahkan tidak tahu di mana dia saat ini.
“Tapi.. kenapa..?” Prita
dengan sisa keberaniannya bertanya dan menatap Herman dengan tatapan
penuh kebencian, sekaligus ketidakberdayaan.
“Kenapa?” Herman tertawa. “Tidak kenapa kenapa.. kecuali hanya kalian terlalu ikut campur urusan bupati kami.”
“Kalian..?” Prita terkejut
bukan main. Dia tidak menduga hal seperti ini bakal terjadi. Menjadi
jelas sekarang kenapa tidak ada pemandu lain yang bisa mengantarkan
mereka waktu di desa terakhir. Pasti itu adalah akal mereka juga.
“Kalian..” Prita tergagap.
“Tentu saja.” Herman menjawab. “Kalian tidak menyangka? Sayang sekali.. kukira kalian pintar.”
Prita menggelengkan kepala seolah tak percaya, sekaligus menyesali tindakannya yang kurang cermat.
“Tentu saja mudah bagi kami
untuk membelokkan informasi buat kalian, koneksi bupati kami lebih hebat
dari yang kalian tahu.” kata Herman sambil mendekati Prita.
“Tapi dari mana kalian
mendapat informasi tentang rencana kami?” tanya Prita putus asa. Rasa
takut yang mencengkeramnya membuat otaknya seperti buntu.
“Pintar juga kamu Prit..”
Herman tersenyum sinis. “Sayang informasi itu termasuk rahasia.” katanya
sambil membelai rambut gadis cantik itu. Prita melengos menolak
sentuhan Herman.
“Dimana teman-teman saya?” Prita tiba-tiba teringat pada Frida dan yang lainnya.
“Tenang saja, mereka
baik-baik saja untuk sementara ini.” Herman menyeringai jahat. “Bahkan
khusus untuk Frida, kami ingin dia terus baik-baik saja, karena kami
punya rencana tersendiri buatnya.”
“Tidak..! Jangan.!” Prita
merasa, apapun rencana mereka pastilah sesuatu yang buruk. “Jangan
lakukan apapun padanya. Bunuh saja saya!” Prita memberontak sekuat yang
dia bisa, meskipun hal itu sia-sia karena tali yang mengikatnya terlalu
kuat untuknya.
“Diam cerewet!” Herman
menampar pipi Prita, tidak keras, tapi cukup untuk membuat bekas
kemerahan di pipi Prita yang putih. Tamparan itu cukup efektif untuk
menghentikan teriakan Prita. Prita menunduk, hanya suara isakan tangis
yang terdengar dari bibir mungilnya.
“Cantik..” Herman mengangkat
wajah Prita yang ketakutan. “Kamu tahu.. Pak Bupati memberi kami
kebebasan untuk melakukan apapun pada kalian.”
Di luar dugaan, Herman
menyentakkan wajah Prita sampai menengadah. Lalu dengan ganas, bibir
Herman segera melumat bibir Prita, membuat gadis itu menyentak-nyentak
jijik. Dia meronta-ronta mencoba melepaskan bibirnya dari lumatan bibir
Herman. Tapi kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan pria kekar itu.
Akhirnya Prita hanya bisa pasrah dan hanya bisa meneteskan air mata.
Selama beberapa menit bibir Prita yang mungil itu terus menerus diciumi
dan dilumat-lumat oleh Herman.
Prita langsung
terbatuk-batuk saat Herman akhirnya melepaskan bibirnya. Prita meludah
ke lantai, segala kejijikannya tumpah pada ludahnya. Dia merasa terhina
dan sakit hati dilecehkan seperti itu, tapi Prita juga tak bisa berbuat
apa-apa dengan keadaannya seperti itu.
“He he he..” Herman tertawa
melecehkan. “Ternyata bibir reporter enak juga.” katanya sambil menyeka
bibirnya sendiri. Dibelainya rambut Prita dengan lembut, Prita menarik
kepalanya mundur, menolak sentuhan pria itu.
“Tunggu di situ sebentar ya Sayang, saya urus yang ini dulu.”
Herman lalu memberi isyarat
pada ketiga temannya. Mereka bertiga meninggalkan ruangan, sesaat
kemudian mereka kembali lagi, kali ini mereka membawa seseorang bersama
mereka. Frida! Kedua tangan Frida terikat ke belakang dengan bibir
tertutup lakban hitam. Matanya memerah sembab seperti habis menangis.
Kaus ketat yang dikenakannya terlihat berantakan sepertinya kaus itu
pernah dibuka paksa sebelumnya.
“Frida!” Prita menjerit
kaget dan meronta sejadi-jadinya, sementara Frida, yang sama kagetnya
melihat kondisi Prita, spontan memberontak. Sam dan Eddy cepat-cepat
menarik lengan Frida lalu memaksa Frida berlutut. Frida terus meronta
dengan air mata bercucuran, isak tangisnya tertahan oleh lakban yang
menempel di bibirnya. Jengkel karena Frida yang terus meronta, Sam
menampar wajahnya. Frida mengeluh pendek dan langsung terdiam. Frida
hanya berlutut sambil tersedu.
“Jangan sakiti dia! Lepasin
dia!” Prita memberontak dan berteriak kalap. Tangisnya makin
menjadi-jadi. Herman menjadi jengkel, dia menjambak rambut Prita dan
menyentakkannya kuat-kuat membuat wajah Prita mendongak. Prita meringis
ketakutan, tapi dia langsung diam.
“Kalau kamu nggak mau diam,
saya akan bunuh teman-teman kamu.” ancam Herman bengis, dia mencabut
mandau yang memang sejak tadi dia bawa. Senjata khas Kalimantan itu
terlihat berkilau mengerikan. Darah Prita seolah berhenti melihat sisi
tajam senjata itu. Seketika wajahnya memucat ketika Herman menempelkan
sisi tajam mandau itu ke lehernya. Rasa dingin besi tajam yang membelai
leher putihnya membuat nyawa Prita seolah terbang sebagian. Prita
gemetar ketakutan, dia menggigit bibirnya, menahan keinginannya untuk
berteriak sekuat mungkin.
“Nah.. Begitu kan bagus..”
Herman tersenyum liar. “Sekarang kita lihat yang ini ya..” Herman
memberi kode pada temannya. Sam terlihat menenteng VCR portabel berlabel
‘MetroTV’ yang jelas-jelas diambil dari teman-teman Prita. Sementara
itu Gayong dan Eddy melepaskan ikatan dan sumbatan mulut Frida. Frida
langsung terbatuk sambil menyeka bibirnya yang merah. Masih dalam
keadaan kalut, Gayong dan Eddy memaksa Frida berdiri. Dengan kaki
gemetar Frida berdiri sambil terus menangis.
“Sudah! Diam!” Gayong membentak. “Hapus air mata kamu!”
Frida terdiam karena ketakutan. Dia segera menghapus air mata di wajahnya dengan punggung tangan.
“Sekarang baca ini!” perintah Gayong tegas. Dia menyodorkan selembar kertas pada Frida. “Baca di depan kamera.”
Frida langsung pucat pasi membaca tulisan yang ada di kertas yang dipegangnya.
“Nggak.. nggak mungkin..” Frida kembali menangis tersedu. “Saya nggak mau!” Frida menggeleng.
“Kalau kamu nggak mau..”
Gayong menunjuk ke arah Gayong yang mandaunya masih menempel ketat di
leher Prita. “Kamu lihat temanmu kan..?”
Gayong lalu membuat gerakan
bengis mengiris lehernya sendiri dengan tangannya. Frida merasa
keberaniannya yang tinggal seujung kuku langsung terbang saat itu juga.
Frida benar-benar panik. Dia sungguh tidak berdaya menolak perintah
Gayong. Dengan sangat terpaksa, Frida akhirnya menjawab.
“Jangan.. jangan sakiti
teman saya..Saya akan lakukan, tapi jangan sakiti teman saya..” Frida
berkata gemetar sambil menghapus air matanya.
Prita terperanjat mendengar itu.
“Jangan! Jangan Frid!” Prita
menjerit dan memberontak di kursinya. Tapi Herman menekan mandaunya
lebih dalam ke leher Prita memaksa Prita diam.
“Jangan ribut!” Herman membentak. “Kamu tunggu giliran.”
“Jangan! Jangan sakiti dia!” Frida menggeleng ketakutan. “Tolong jangan sakiti dia.. saya akan lakukan.”
“Nah.. Kalat begitu tunggu
apa lagi?” kata Gayong dengan tawa penuh kemenangan. Dia memberi kode
pada Sam yang memegang kamera VCR. Sam segera berdiri dan menyalakan
kamera VCR nya.
“Lihat ke sini dong Frida..”
kata Sam sembari mengarahkan kameranya pada Frida. Frida berusaha keras
untuk tidak menangis. Dia kemudian berdiri menghadap ke kamera. Frida
memaksakan diri untuk tersenyum, memaksakan diri seolah-olah ini
hanyalah reportase yang biasa dia lakukan. Untuk sesaat Frida hanya
berdiri mematung di tempatnya. Baru setelah Sam memberi kode Frida mulai
membaca tulisan di tangannya.
“Nama saya Frida Lidwina..”
Frida memulai. “Saya menyatakan, apa yang saya lakukan berikut ini
adalah keinginan saya sendiri tanpa paksaan dari siapapun.”
Frida berusaha membuat
intonasi suaranya sewajar mungkin meskipun dirinya tidak rela melakukan
hal tersebut. Sementara di seberang, Prita menangis terisak menyaksikan
hal itu dan mengetahui bencana besar yang akan menimpa temannya. Prita
memalingkan wajahnya dan memejamkan mata, tidak tega menyaksikan Frida
mengalami penghinaan seperti itu, tapi Herman memaksa Prita menyaksikan
adegan selanjutnya.
“Jangan sampai ketinggalan
Prit.. Lihat baik-baik..” Herman menekan mandaunya lebih dalam ke leher
Prita, membuat Prita terpaksa melihat bagaimana sahabatnya mengalami
penghinaan.
“Nah.. sekarang..” Gayong yang bicara. “Kami mau melihat kamu telanjang. Jadi kamu sekarang harus buka baju.”
Frida dan Prita terkesiap
mendengar hal itu. Ketakutan terbesar mereka selama ini akhirnya
terbukti. Frida menggeleng sambil menggigit bibirnya, tapi melihat
keadaan Prita yang berada dibawah ancaman mandau di lehernya, tanpa
daya, nyaris telanjang, Frida merasa dirinya tak punya pilihan lain.
Akhirnya dengan senyum yang teramat sangat terpaksa, Frida berucap.
“Baik Tuan.”
Kemudian, dengan keengganan
luar biasa, Frida mulai menarik kaus ketat yang dipakainya ke atas,
melewati bahunya dan kemudian lepas dari tubuhnya. Seketika Herman dan
kawan-kawannya terpana sambil meneguk ludah menyaksikan tubuh putih
Frida bagian atas yang hanya tertutup BH putih tipis. Payudara Frida
menonjol ketat di balik mangkuk BH berenda itu. Perutnya yang ramping
terlihat rata dan mulus sekali.
“Ayo.. terus..” perintah Sam
yang sibuk merekam detik demi detik Frida melucuti pakaiannya sendiri.
Frida tidak tahan lagi, bendungan air mata yang menahan tangisnya
akhirnya jebol. Dengan terisak, Frida membuka kancing celana jinsnya,
kemudian melepaskan celana itu dari kakinya. Paha putih mulus dan
jenjang seperti kaki belalang yang berakhir pada pinggul bulat
terpampang begitu indah. Bagian selangkangan Frida yang terbalut celana
dalam putih terlihat membukit, membentuk segitiga yang nyaris sempurna.
“Siapa yang menyuruh kamu
berhenti?” bentak Gayong yang melihat Frida bergeming beberapa saat
sambil mendekap payudaranya yang ketat. Frida menggeleng, air matanya
mengalir kian deras.
“Jangan Tuan.. jangan telanjangi saya..” kata Frida di sela isakan tangisnya.
“Kalau nggak mau biar aku
saja yang buka.” kata Gayong, lalu dengan gerakan gesit Gayong menyambar
bagian depan BH Frida, lalu dengan sekali sentakan, BH itupun langsung
robek dan terlepas dari tubuh Frida, membuat payudara Frida meloncat
keluar dengan gerakan lembut. Frida menjerit pendek dan spontan mendekap
dadanya yang kini telanjang. Tapi Gayong tidak berhenti sampai di situ.
Dia juga merenggut celana dalam Frida dan menariknya sampai robek. Kain
terakhir yang menutupi tubuh Frida terlepas sudah.
Frida dengan gugup mencoba
menutupi daerah daerah rahasia tubuhnya dengan kedua tangannya meski itu
tidak banyak berarti, sementara Herman dan ketiga temannya tertawa tawa
sembari menatap tubuh Frida yang telanjang.
“Oi.. Sam, suruh dia
singkirkan tangannya.. kalau tidak..” Herman mengancam dengan menekan
mandaunya ke leher Prita. Prita memejamkan matanya, karena ketakutan dan
tidak tega melihat Frida ditelanjangi.
“Kamu dengar itu kan Frid?”
Sam memberi kode pada Frida untuk menyingkirkan tangannya dari payudara
dan vaginanya. Frida terisak pelan, lalu dengan gerakan enggan, Frida
melepaskan dekapan tangannya.
“Ohh..” Herman dan ketiga
kawannya mendengus penuh nafsu sambil memelototi tubuh mulus Frida.
Tubuh putih mulus reporter cantik itu sudah sepenuhnya telanjang bulat
di hadapan mereka. Payudara Frida yang berukuran sedang namun ketat dan
kenyal terlihat membusung indah, putih mulus dengan putingnya yang pink
muda mencuat membangkitkan nafsu. Perut yang licin rata membentuk
pinggang ramping yang berakhir pada pinggul yang besar dan membulat
membentuk daerah selangkangan yang masih bagus. Daerah kemaluan Frida
yang masih bagus itu dihiasi oleh rambut halus dan rapi, jelas
menunjukkan sebagai tubuh yang terawat cermat.
Sam yang memegang kamera VCR
tidak melewatkan sedetikpun kesempatan untuk menyorot keindahan tubuh
telanjang Frida, baik secara close up maupun wide shoot. Bagian yang
paling sering disorot tentu saja pada seputar daerah payudara dan vagina
Frida. Sesekali Sam juga menyorot wajah Frida yang terlihat begitu
memelaskan, tanpa daya dan pasrah.
“Bagaimana Frid?” Gayong tersenyum liar. “Kamu senang kan ditelanjangi?”
Frida menunduk, menolak
menjawab pertanyaan itu, tapi dia sadar kalau posisinya tidak memberi
kesempatan untuk menolak. Akhirnya Frida menjawab.
“I.. iya Tuan.. saya suka..”
Gayong dan teman-temannya tertawa penuh kemenangan.
“Kalau begitu kamu nggak keberatan kan kalau kami mencicipi kamu?”
Frida menggeleng.
Maka tanpa menunggu lebih
lama, Gayong dan Eddy yang sudah terangsang melihat tubuh mulus Frida
yang telanjang bulat, langsung mendekap tubuh putih mulus itu. Keduanya
segera menyerang daerah-daerah sensitif di tubuh Frida. Gayong dengan
gemas membenamkan bibirnya yang kasar ke bibir Frida yang mungil.
Bagaikan mengulum permen karet, bibir Gayong beraksi melumat-lumat bibir
presenter cantik itu dengan kekuatan seperti pagutan ular, membuat
Frida megap-megap kehabisan nafas. Frida memejamkan matanya, menolak
menatap Gayong, tapi bibirnya tidak mampu menahan serbuan bibir Gayong.
Gayong terus mendesak bibir Gayong terus mendesak bibir mungil itu,
bahkan pelan-pelan Gayong mulai mendorongkan lidahnya menerobos ke dalam
mulut presenter itu. Frida yang pasrah merelakan lidah kotor itu
menelusuri bagian dalam mulutnya dan membelit lidahnya.
Pada saat yang bersamaan,
Eddy dengan kebrutalan yang nyaris tak berbeda tengah asyik menciumi dan
menelusuri bagian leher dan bahu Frida yang bening dengan bibirnya dari
belakang. Kecupan demi kecupan Eddy meninggalkan jejak kemerahan di
leher dan pundak mulus Frida. Sementara tangan Eddy tidak membiarkan
payudara lembut presenter cantik itu menganggur, tangan kasar Eddy
mencengkeram payudara lembut Frida bagian kiri dan meremas payudara itu
dengan kekuatan seperti seorang pegulat, membuat Frida menggeliat
kesakitan merasakan payudaranya diremasi dengan begitu brutal.
“Ohh.. mhh.. ogh..” Frida
mendesah tertahan ketika tangan kasar Eddy membelai-belai dan
meremas-remas payudaranya. Desahan Frida tertahan oleh kecupan-kecupan
brutal Gayong pada bibirnya. Mat tak mau, perlakuan kasar Gayong dan
Eddy pada bagian sensitif tubuhnya membuat sensasi seksual dalam tubuh
Frida perlahan-lahan meningkat. Desakan seksual itu, meskipun tak
diinginkan oleh Frida, makin menggelegak saat Gayong dan Eddy
mengarahkan serangannya pada kedua belah payudara Frida yang menggantung
indah. Kecupan dan remasan secara bergantian mendarat di payudara putih
kenyal itu. Sesekali sambil meremasi payudara mulus presenter cantik
itu, Gayong dan Eddy juga menjilati dan menyentil-nyentil puting
payudara Frida dengan lidah mereka yang kotor. Kadangkala keduanya juga
melumat payudara Frida dan mengenyotnya kuat-kuat, membuat kedua pria
itu terlihat seperti bayi besar yang sibuk menyusu pada ibunya.
“Gimana Prit? Bagus kan
tontonannya?” tanya Herman pada Prita. Herman terlihat sekali sangat
menikmati tontonan indah saat tubuh telanjang bulat Frida yang putih
mulus itu dihimpit oleh dua pria kasar. Prita, dibawah ancaman, terpaksa
menonton adegan mengerikan itu dengan air mata bercucuran. Tapi meski
begitu diam-diam adegan panas itu membawa perubahan pada tubuh Prita.
Tubuh Prita mulai panas dingin menyaksikan tubuh telanjang Frida
digumuli begitu rupa, detak jantungnya mulai meningkat dan nafasnya
menjadi tidak teratur. Disuguhi adegan sensual semacam itu mau tak mau
membuat gairah seksual Prita bangkit.
“Gimana Prit..? Kamu suka
kan dengan siaran langsung ini?” Herman mendengus tepat di telinga
Prita. Meskipun Prita tidak menjawab, tapi Prita harus mengakui kalau
dirinya mulai terangsang menyaksikan temannya ditelanjangi dan digeluti
seperti itu. Dan Herman yang banyak pengalaman segera tahu saat melihat
perubahan pada diri Prita.
“He.. he.. he.. pingin ya?” Herman tertawa. “Kalau gitu boleh deh..”
Herman lalu meletakkan
mandaunya di lantai, lalu sambil tetap menonton Frida digarap oleh kedua
temannya, Herman mulai menyerang leher dan pundak Prita dengan
kecupan-kecupannya. Prita langsung bereaksi ganjil menerima kecupan itu.
“Ohh..” Prita mendesah saat
bibir tebal Herman menyusuri leher dan pundaknya. Prita menggeliat geli
saat Herman mulai menjilati daerah leher dan pundaknya dengan lidah.
Antara jijik dan terangsang Prita kembali mendesah.
“Enak kan Prit?” kata Herman
yang kian liar. Kali ini Herman tidak hanya menyerang daerah leher dan
pundak Prita, tangannya yang kasarpun mulai bergerak menyusup ke balik
BH tipis Prita. Prita langsung mendesah saat tangan liar itu meremasi
payudaranya. Sentuhan pada payudaranya membuat Prita menyerah. Dia tidak
tahan lagi untuk mendesah nikmat.
“Ohh.. oohh.. aahh.. ahh..”
desahan penuh kenikmatan di tengah isakan tangis meluncur dari bibir
mungil Prita tanpa bisa dicegah saat Herman meremas-remas payudara
Prita. Apalagi saat jari-jari pria kasar itu mulai menyentuh dan
memainkan puting payudaranya. Tiap sentuhan jari Herman pada daerah peka
itu membuat Prita menggeliat menahan rangsangan yang kian menghebat.
Gerakan tangan Herman pada sekitar wilayah dada Prita membuat BH yang
dikenakan Prita melorot dari tempatnya sehingga payudara Prita yang
putih kenyal langsung mencuat telanjang dan bergoyang seirama dengan
gerakan remasan tangan Herman.
Tidak puas hanya dengan
meremasi payudara Prita, Herman meneruskan serangannya pada daerah
kemaluan Prita. Semula Herman hanya mengelus-elus bagian paling rahasia
presenter cantik itu dari luar celana dalam tipis yang dipakainya. Tapi
kemudian Herman mulai menyusupkan tangannya ke balik celana dalam wanita
itu. Dielusnya permukaan vagina presenter itu, rambut-rambut halus
terasa di ujung jarinya, lalu pelan-pelan jari Herman mulai membelah
bibir vagina Prita dan mulai mengaduk-aduk bagian yang paling dijaga
oleh wanita tersebut.
Prita menggeliat menahan
sensasi seksualnya yang kian meledak. Desakan seksual yang kian menggebu
itu membuat tubuh Prita seolah membengkak bagai balon gas yang ditekan
ke segala arah.
“Ohkh… ohh.. ahh..” sekuat
tenaga Prita menahan desakan birahinya yang kian menggila sampai
wajahnya merah padam. Di depan mereka, keadaan Frida juga tidak kalah
menyedihkan. Tubuh putih mulus Frida yang telanjang bulat dihimpit oleh
dua sosok kasar dan berkulit legam. Fridapun mengalami rangsangan
seksual yang tidak kalah gilanya, apalagi saat Gayong dan Eddy
memaksanya untuk berdiri dengan kaki mengangkang lebar, kemudian secara
bergantian kedua pria itu mengelus-elus daerah kemaluannya. Bagian tubuh
yang paling rahasia itu diraba-raba dan diremasi secara bergilir,
membuat Frida merinding, tubuhnya.menggeliat merasakan sensasi nikmat
yang kian menjalari tubuhnya. Sesekali juga jari tangan Gayong dan Eddy
menusuk-nusuk dan mengaduk-aduk liang vagina Frida mencari titik-titik
paling sensitif pada daerah rahasia itu.
“Ahh.. oohh..” Frida mengerang tertahan saat Gayong berhasil menyentuh klitorisnya yang sangat peka rangsangan.
“He he he.. Enak kan Frid?”
Gayong tertawa mengejek sambil terus mengaduk-aduk kemaluan Frida.
Pelan-pelan vagina presenter itu mulai basah oleh cairan kewanitaannya.
Hal itu menandakan kalau Frida sudah siap untuk disetubuhi.
“Uhh.. basah juga akhirnya..
Cewek dimana-mana sama saja.. Sok jual mahal padahal kepingin.” Gayong
tertawa mengejek. Frida diam saja meskipun sebagai wanita terhormat dia
merasa terhina luar biasa oleh ucapan itu. Kenikmatan yang diperolehnya
sedikit banyak membuatnya tak melakukan perlawanan meski direndahkan
sedemikian rupa. Frida merasakan sensasi yang diperolehnya dari kedua
orang itu seolah membuat kesadarannya beku. Kenikmatan itu terasa sangat
memabukkan, bahkan suaminya sendiripun tak mampu merangsangnya seperti
yang dilakukan oleh Gayong dan Eddy. Hal itu membuat tubuhnya ingin
memperoleh kenikmatan lebih banyak lagi meski pikiran sadarnya
mengatakan kalau hal itu adalah salah.
Gayong dan Eddy, yang
mengetahui kalau Frida sudah terangsang berat, menjadi makin ganas dalam
merangsang presenter cantik itu. Kocokan demi kocokan melanda vagina
Frida sementara payudaranya yang putih kenyalpun terus menerus diremas,
dicubiti dan dikenyot-kenyot oleh kedua pria itu. Frida akhirnya tak
tahan lagi, sensasi seksual di dalam tubuhnya terlalu kuat untuk dia
tahan, maka meski sekuat tenaga Frida menahan sampai wajahnya merah
padam, desakan seksual itu bagaikan cabikan cakar singa merobek
pertahanan terakhirnya.
“OHHGH.. AAHHKH.. AHH..!!”
Frida melolong keras, melepaskan orgasme yang sedari tadi ditahannya.
Tubuh telanjangnya yang putih melengkung dan mengejang selama beberapa
detik, dan seketika itu pula cairan vaginanya deras mengucur membasahi
daerah selangkangannya. Sesaat tubuh putih mulus itu kaku seperti papan
sebelum kemudian melemas dengan sendirinya dan terpuruk ke lantai.
Pada saat yang hampir
bersamaan, Prita juga tengah berjuang menahan desakan birahi di
tubuhnya. Tubuh Prita yang sedang terangsang hebat oleh perlakuan Herman
itu menyentak-nyentak dan menggeliat-geliat. Herman tahu keadaan Prita,
karena itu dia makin bersemangat mengobok-obok wilayah pribadi
presenter itu. Prita makin tak bisa mengendalikan diri saat Herman
berhasil menemukan daerah klitorisnya. Sentuhan pada daerah paling
sensitif itu membuat pertahanan Prita runtuh, tubuh wanita cantik itu
gemetar, nafasnya tersengal-sengal, erangan penuh nikmat meluncur tak
tertahankan dari bibirnya yang menggemaskan. Desakan orgasmenya bagaikan
air bah yang menggelora berusaha menjebol dinding pertahanannya. Tapi
sensasi itu terlalu kuat untuk dibendung. Bagaimanapun kuatnya bertahan,
pada akhirnya Pritapun menyerah.
“OHHGH.. AAHHKH.. AHH..!!”
Prita mendesah keras saat orgasmenya meledak. Tubuhnya melengkung ke
depan membuat payudaranya kian mencuat ke depan. Tubuh presenter
berwajah imut itu menyentak-nyentak tertahan oleh tali yang mengikat
tangan dan kakinya. Orgasme Prita meledak dengan hebat, seketika celana
dalamnyapun basah oleh cairan vaginanya yang mengalir deras.
Prita terkulai lemas setelah
sensasi seksualnya memudar. Dia menangis sesenggukan, perasaanya campur
aduk antara marah, malu dan terhina, tapi sekaligus juga merasakan
kenikmatan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Kondisi itu
membuat Prita tidak melawan saat Herman mengangkat wajah cantiknya dan
melumat bibirnya yang mungil selama beberapa lama.
“Nah.. Bagaimana Sayang?” Herman membelai rambut Prita. “Enak kan..?”
Prita memalingkan wajahnya dan menunduk. Herman tertawa pelan.
“Nggak usah pura-pura.” Herman mengejek. “Sekarang kita lanjutkan tontonannya ya?”
Prita menggeleng dengan wajah ketakutan. Tapi Herman memberi isyarat untuk diam dengan tatapan matanya yang bengis.
Herman lalu memberi kode pada Gayong dan Eddy yang menunggu. Senyum liar mengembang dari wajah kedua pria kasar itu.
“Ohh.. yes..” Gayong
berseru. “Sekarang siap-siap ya Frid..” kata Gayong datar. Dengan
gerakan terburu-buru, Gayong melepas seluruh pakaiannya sampai bugil.
Sontak penisnya yang legam dan berurat tegak mencuat seolah mengancam.
“Sekarang Frid..” Gayong
menarik lengan Frida dan memaksa presenter berwajah manis itu berlutut
di hadapannya. Posisi wajah Frida tepat berhadapan dengan penis Gayong,
seolah penis itu adalah sebuah mikropon yang disodorkan kepadanya.
“Emut nih punya saya..!”
kata Gayong datar, seperti menyuruh pembantu mengerjakan pekerjaan
sederhana. Frida yang masih shock spontan melengos jijik. Kesadarannya
menolak menolak melakukan hal yang baginya sangat menjijikkan itu.
Suaminya sendiri sekalipun belum pernah memintanya melakukan hal semacam
itu, apalagi yang memintanya sekarang adalah orang yang sama sekali
tidak dia kehendaki.
“Ayo diemut!” perintah Gayong kasar saat melihat Frida diam saja.
“Jangan Pak.. saya nggak mau..” Frida menggeleng sampai air matanya bertetesan.
Gayong dengan jengkel menjambak rambut Frida dan menyentaknya keras, membuat Frida mengernyit dan merintih kesakitan.
“Mau membantah ya?” Gayong memutar wajah Frida sampai menghadap ke arah Prita. “Kamu lihat tuh temanmu.”
Frida menggeleng ketakutan,
air matanya kian deras mengalir saat melihat keadaan Prita yang tidak
kalah menyedihkannya. Terikat di kursi, setengah telanjang dan
direndahkan sedemikian rupa. Masih sempat dilihat oleh Frida bagaimana
Herman dengan gaya melecehkan meremasi payudara Prita yang telanjang.
Frida merasa hidupnya sudah berakhir saat itu. Dia hanya bisa menggeleng
dan menangis tersedu seolah tidak percaya pada apa yang terjadi
padanya, seolah sedang berharap kalau kejadian mengerikan ini hanya
mimpi buruk yang akan berlalu jika dia bangun. Tapi ketika menyadari ini
bukan mimpi, Frida akhirnya hanya bisa pasrah.
“Ayo, jangan malu-malu.”
kata Gayong sambil menyodorkan penisnya di depan wajah Frida. Frida
menatap wajah Gayong dengan tatapan memohon, tapi Gayong terus memaksa
Frida untuk mengulum penisnya. Akhirnya, dengan gemetar Frida
melingkarkan jemari tangan kanannya yang lembut pada batang penis Gayong
yang legam itu. Besarnya pas segenggaman.
“Ohh.. ohh.. ehh..” Gayong
mengejang saat jari tangan lembut presenter cantik itu mencengkeram
penisnya. Frida diam sesaat, telapak tangannya mulai berkeringat saat
memegang penis yang menegang keras itu. Kemudian dengan pelan-pelan
Frida mulai menggerakkan tangannya mengocok penis itu. Kocokan lembut
itu segera membuat Gayong merintih-rintih dan mengejang merasakan
kenikmatan kocokan lembut Frida. Frida memang tidak pernah melakukan hal
ini sebelumnya, tapi nalurinya bekerja dengan baik untuk mengetahui apa
yang harus dia lakukan. Maka saat Gayong menyuruhnya untuk mengulum
penisnya, Frida melakukannya dengan patuh. Mula-mula Frida menjilati
penis Gayong dengan lidahnya. Presenter cantik itu menelusuri setiap
senti batang penis yang berurat itu dengan ujung lidahnya sambil
tangannya terus mengocok penis itu dengan lembut.
Gayong mengerang-erang
merasakan sensasi permainan lidah Frida. Apalagi saat Frida mulai mulai
menjilati dan mengulum kepala penisnya yang hitam itu. Frida
memperlakukan penis Gayong bagaikan permen lolipop. Dikulum-kulum dan
dijilatinya penis itu dengan bibir dan lidahnya. Kadang Frida memasukkan
batang penis Gayong ke dalam mulutnya yang mungil sambil disedot-sedot
dan dikenyot dengan lembut sebelum kemudian dikeluarkannya lagi untuk
dijilati. Rasa jijik sudah meninggalkan wanita cantik itu, akal sehatnya
seolah membeku, saat ini yang bekerja dalam diri Frida hanyalah naluri
seksualnya yang kembali menguasai tubuhnya.
Eddy yang sedari tadi
bengong akhirnya mulai melucuti pakaiannya sendiri sampai bugil. Lalu
diapun ikut menyodorkan penisnya yang tidak kalah besarnya ke wajah
Frida. Frida yang tahu maksudnya segera melingkarkan jemari tangan
kirinya pada batang penis Eddy. Maka sekarang Frida makin sibuk mengocok
kedua batang penis sekaligus sambil secara bergantian mulutnya mengulum
kedua batang penis itu secara bergantian.
Prita hanya bisa menangis
menyaksikan adegan yang sangat merendahkan martabat wanita itu. Dia
menolak menyaksikan bagaimana sahabatnya dihina dan direndahkan ke
tingkat yang paling nista semacam itu, tapi Herman terus memaksanya
menyaksikan hal tersebut.
“Bagaimana Prit? Asyik kan?” Herman bertanya dengan tawa yang menyebalkan. “Kamu mau digituin?”
Prita terperanjat mendengar
hal itu. Dia menatap Herman dengan pandangan menolak sambil menggeleng
ketakutan. Tapi Herman justru melepaskan celananya sekaligus, sampai
penisnya yang memang sedari tadi tegang langsung mencuat keluar.
“Nih.. emutin punya saya.!”
perintahnya pada Prita sambil menyodorkan penisnya ke wajah Prita. Prita
menggeleng sambil menangis ketakutan, tapi Herman terus memaksa dengan
ancaman akan menyiksa Frida kalau Prita menolak. Tak tahan mendengar
ancaman Herman, Prita akhirnya menyerah. Prita mulai membuka mulutnya.
Tak tertahan lagi, penis Herman mendesak masuk ke dalam mulut mungil
Prita. Herman mengejang sesaat merasakan sensasi kuluman Prita.
“Ohh.. ohh..” Herman mengerang nikmat. “Hati-hati, jangan sampai tergigit.”
Prita yang mulutnya penuh
dijejali penis Herman hanya bisa melirik dengan berlinang air mata.
Herman lalu menggerakkan pinggulnya maju mundur, membuat penisnya
menyodok-nyodok rongga mulut Prita sampai mentok ke tenggorokannya.
Sekuat tenaga Prita menahan keinginannya untuk muntah merasakan penis
yang menjejali mulutnya. Sementara itu Herman makin gencar menggenjot
penisnya, seolah sedang memperkosa mulut mungil presenter cantik itu.
Kadang Herman memaksa Prita menggerakkan kepalanya membuat penis yang
dikulumnya keluar masuk di dalam mulutnya. Sambil terus melakukan oral
seks, Prita juga terus dipaksa untuk menyaksikan bagaimana Gayong dan
Eddy mengerjai Frida.
Frida yang mulai terbiasa
terlihat sudah mulai terhanyut dalam permainan seks yang dilakukannya.
Frida tidak lagi terlihat canggung dalam mengulum maupun mengocok penis
Gayong dan Eddy.
Tiba-tiba di tengah usahanya
mengocok dua batang penis yang mengacung tegak itu, Gayong mencekal
pergelangan tangan Frida membuat Frida menghentikan gerakan kocokannya.
Frida kebingungan, dia menatap ke arah Gayong dan Eddy secara
bergantian. Di tengah kebingungan Frida itulah Gayong mendekap tubuh
telanjang Frida dan membaringkan tubuh putih mulus presenter cantik itu
ke lantai papan yang dingin. Tahu akan mengalami hal mengerikan, Frida
meronta mencoba membebaskan diri.
“Jangan Pak.. Jangan perkosa
saya.” Frida menangis, mencoba membebaskan dirinya dari dekapan Gayong
dan berusaha merapatkan kedua pahanya. Tapi Gayong lebih sigap dan
mendekap tubuh mulus yang meronta-ronta itu dengan erat, rontaan Frida
jelas tidak ada artinya bagi Gayong.
“Shh.. Jangan membantah
Frid..” Gayong menekan tubuh Frida ke lantai dan menahannya tetap di
lantai. “Kamu lihat itu..” Gayong menunjuk ke arah Prita yang sedang
sibuk mengulum dan menjilati penis Herman. Frida benar-benar tidak
berdaya melihat hal itu. Dia merasa dirinya benar-benar sepenuhnya
dikuasai oleh keempat orang biadab itu. Nasibnya benar-benar tergantung
pada mereka. Dalam keadaan putus asa Frida akhirnya memutuskan untuk
pasrah, meski hati kecilnya menjerit, Frida tidak rela tubuhnya dijamah
oleh pria yang tidak dia kehendaki.
“Jangan Pak.. Jangan sakiti teman saya..” Frida menangis memohon. “Perkosa saya saja! Perkosa saya!”
Prita yang masih sibuk
melayani penis Herman tersentak kaget, nyaris dia menggigit penis yang
dikulumnya. Tangisnyapun makin menjadi. Prita menggeleng ke arah Frida
ketika pandangan mereka bertemu di tengah usahanya melakukan oral seks.
Herman sontak tertawa penuh kemenangan mendengar ucapan Frida.
“Kamu dengar.. Temanmu
bersedia tuh dijadikan pelacur.” Herman tertawa mengejek. Prita menangis
dan memejamkan matanya tidak tahan melihat penderitaan sahabatnya. Tapi
Herman tidak peduli dengan tangisan Prita. Dia justru makin buas
memaksa wanita cantik itu mengulum penisnya. Bahkan kali ini Eddy yang
semula mengerjai Frida sekarang bergabung dengan Herman. Eddy
menyorongkan penisnya ke wajah Prita.
“Tuh. Gantian emut punya
teman saya..” perintah Herman. Prita yang tidak punya pilihan, dengan
keengganan luar biasa mulai menjamah dan mengulum penis Eddy yang tidak
kalah ukurannya dibanding dengan penis Herman. Maka sekarang Prita
terpaksa mengulum dua penis itu secara bergantian. Dan sambil mengulum
kedua batang penis itu, Prita tetap dipaksa untuk melihat bagaimana
Gayong yang tengah berusaha memperkosa Frida.
Gayong, yang telah menguasai
Frida sepenuhnya, mulai menempatkan posisinya diantara tubuh Frida.
Mula-mula Gayong membuka kedua tungkai Frida selebar-lebarnya dan
menekuk kaki indah itu sedikit sampai posisinya mengangkang, membuat
celah vagina Frida terkuak lebar. Gayong mengagumi keindahan belahan
vagina Frida yang mulus sambil menempatkan diri diantara kedua belah
paha presenter itu.
Pelan-pelan Gayong mulai
menindih tubuh putih mulus yang telanjang itu. Gayong menggesekkan
dadanya yang menekan payudara Frida, merasakan payudara Frida yang
kenyal itu melawan dadanya dengan lembut. Gayong berdiam sejenak untuk
merasakan kehangatan tubuh mulus Frida yang ada dalam tindihannya,
membaui parfum mahal yang dipakai oleh presenter berwajah lembut itu.
Frida memalingkan wajahnya
yang berlinang air mata. Ngeri, takut, malu dan terhina membuatnya tidak
berani menatap Gayong, tapi Gayong segera membuat wajah manis Frida
kembali berhadapan dengannya. Selama beberapa lama gayong mengagumi
kecantikan dan kelembutan wajah itu, lalu pelan-pelan diciumnya bibir
mungil Frida dengan lumatan ketat seolah ingin menyerap kenikmatan dari
bibir presenter itu sebanyak mungkin. Selama beberapa puluh detik kedua
bibir itu saling berpagutan dalam kuluman dan lumatan ketat. Dan sambil
melumati bibir mungil Frida, Gayong mulai menggesekkan ujung penisnya
pada kemaluan Frida. Lalu sedikit demi sedikit Gayong mendorongkan
penisnya. Kepala penis itu pelan tapi pasti menerobos ke dalam liang
vagina Frida.
“Ohhkk..” Frida mengerang
ketika penis Gayong membenam seluruhnya di dalam liang vaginanya.
Erangannya teredam oleh ciuman Gayong.
“Ohh.. ohh..”Gayong
mengejang merasakan jepitan vagina Frida. Meskipun sudah bersuami dan
memiliki anak, tapi vagina Frida yang terawat masih terasa sempit dan
kesat, apalagi penis Gayong berukuran besar membuat Frida merasa
vaginanya terasa penuh sesak dipaksa menerima penis Gayong. Frida merasa
vaginanya terbelah, padahal vaginanya sudah basah oleh cairan
kewanitaan. Rasa nyeri di vaginanya membuat Frida mengangkangkan kakinya
lebih lebar lagi di bawah tindihan Gayong.
Gayong perlahan-lahan
menggerakkan pantatnya menarik penisnya yang membenam di dalam liang
vagina Frida. Rasanya seret sekali seolah vagina Frida mencengkeram
penis Gayong dengan erat dan tidak mau melepaskannya. Lalu dengan
sentakan kuat, Gayong mendorong penisnya kembali ke dalam liang vagina
Frida.
“Ahkkh.. Ahh..” Frida
mengerang kesakitan saat penis besar itu menyodok vaginanya dengan
kasar. Tubuh telanjang Frida yang putih mulus menggeliat di bawah
tindihan Gayong. Bagi Gayong hal itu makin menambah kenikmatannya.
Gerakan tubuh Frida dan jepitan liang vaginanya adalah sebuah kenikmatan
yang tiada taranya bagi Gayong. Setiap gesekan dinding vagina Frida di
penisnya adalah sensasi luar biasa yang mampu melontarkan kesadarannya
ke angkasa. Gayong sudah sering melakukan hubungan seks dengan berbagai
tipe wanita, mulai dari wanita baik-baik sampai pelacur, tapi Gayong
belum pernah merasakan seperti yang dirasakannya saat ini. Kenikmatan
yang dirasakannya dari tubuh Frida jauh melebihi semua yang pernah
dirasakannya dari para wanita yang pernah ditidurinya.
Gayong terdiam sesaat seolah
sedang merasakan getaran yang muncul dari kemaluannya yang menyatu
dengan kemaluan wanita cantik yang ada di dalam tindihannya. Gayong lalu
menggerakkan pantatnya, menarik dan mendorong penisnya di dalam liang
vagina Frida. Semula gerakannya pelan dan lembut, tapi pelan-pelan
gerakan Gayong makin cepat dan makin kasar. Gayong merasakan gesekan
penisnya pada vagina Frida makin lancar seiring dengan meningkatnya
kecepatan genjotan yang dilakukannya.
Sentakan dan genjotan penis
Gayong pada vagina Frida membuat presenter itu tak tahan untuk mengerang
kesakitan. Vaginanya seolah tercabik karena dipaksa menerima penis
Gayong yang besar dan kokoh. Tapi perlahan, rasa sakit itu mulai berubah
menjadi sensasi yang membuat bulu kuduk Frida meremang. Gesekan penis
Gayong pada dinding vaginanya membuat Frida merasakan sebuah sensasi
luar biasa yang belum pernah dia rasakan sebelumnya, bahkan suaminya
sendiri tidak pernah memberikan sensasi seperti yang saat ini dia
rasakan. Akhirnya, tanpa disadari, desahan dan erangan yang keluar dari
bibir Frida mulai berubah menjadi desahan dan rintihan manja dan
mendayu, iramanyapun menjadi teratur seirama dengan genjotan penis
Gayong yang menghentak vaginanya.
Menit demi menit berlalu,
genjotan Gayong pada vagina Frida makin terasa lancar. Frida sendiri
merasakan sensasi persetubuhannya berubah menjadi kenikmatan yang
memabukkan. Tidak tampak lagi hal yang menunjukkan kalau presenter
cantik itu sedang diperkosa, yang terlihat sekarang adalah sepasang anak
manusia yang tengah melakukan hubungan seksual dengan penuh gairah.
“Kamu lihat itu Prit?” kata Herman mengejek sambil menjejalkan penisnya ke mulut Prita. “Temanmu kayaknya keenakan.”
Ucapan Herman membuat Prita
makin bercucuran air mata. Dia tidak habis mengerti bagaimana hal itu
bisa terjadi. Yang dilihatnya sekarang tidak ada lagi perlawanan yang
dilakukan Frida, malah yang ada justru Frida terlihat sangat menikmati
persetubuhannya dengan pria kasar itu. Semangat hidup dan keberanian
Prita menguap entah kemana menyaksikan bagaimana Frida bisa dipaksa
menikmati perkosaan yang dialaminya.
Frida makin tak tahan
merasakan kenikmatan persetubuhan yang dialaminya. Tubuhnya
menggeliat-geliat di bawah tindihan Gayong, tangannya mencengkeram bahu
Gayong yang kokoh. Tanpa bisa dicegah, Frida membenamkan kuku jari
tangannya ke kulit bahu dan punggung Gayong sehingga meninggalkan luka
goresan memanjang berdarah pada kulit punggung itu. Tapi gayong tidak
merasakannya, sensasi seksual yang dirasakannya membuat rasa sakitnya
seperti terlupakan. Yang ada justru Gayong merasakan sensasinya menambah
semangatnya untuk menggenjot vagina Frida lebih kuat lagi. Tubuh Frida
sampai tersentak-sentak liar setiap kali vaginanya disodok dengan keras.
“Ohkk.. ohhk.. ahkh..
ahhggh..” Frida mengerang-erang kesakitan sekaligus nikmat merasakan
genjotan penis Gayong. Sensasi seks yang melandanya kian menggebu
bagaikan ribuan banteng mengamuk yang berusaha mendobrak pertahanan
terakhirnya. Tapi meskipun sekuat tenaga Frida menahannya, pertahanannya
akhirnya jebol juga.
“AHHKH.. OHGGHH..!!” Frida
mendesah keras. Tubuhnya melengkung dan mengejang dan
menggelepar-gelepar, dinding vaginanya berkontraksi luar biasa hebat
seolah ingin menghancurkan penis yang bergerak di dalamnya. Benteng
orgasmenya akhirnya jebol, orgasme Frida meledak luar biasa seolah ada
dentuman bom yang meledakkan tubuhnya dari dalam dan menghancurkan
setiap ujung syarafnya.
Gayong merasa penisnya
dijepit oleh tangan yang sangat kuat. Penisnya berdenyut keras seiring
kontraksi dinding vagina Frida. Tak tahan menahan remasan vagina Frida,
Gayong melenguh keras dan mengejang. Dengan kasar dia melesakkan
penisnya sedalam vagina Frida mampu menerima dan menahannya kuat-kuat.
“OHKK..HH..” Gayong
mengejang. “Crt.. crt.. crt..” sperma Gayong menyembur deras mengisi
rahim Frida, rahim yang seharusnya terlarang baginya. Gayong mengejang
dan mendengus-dengus merasakan ejakulasinya yang begitu hebat. Sperma
Gayong menyembur begitu banyak memenuhi vagina Frida, saking banyaknya
sampai sebagian spermanya meluber keluar membasahi selangkangan Frida.
Nyaris pada saat yang
bersamaan, Herman dan Eddy yang tengah menggarap Prita juga tengah
mengejang-ngejang merasakan kenikmatan kuluman dan kocokan Prita. Ketika
hendak mencapai klimaksnya, Herman menjambak rambut Prita dan mengocok
penisnya sendiri di depan wajah Prita. Eddypun melakukan hal yang sama.
Prita yang tahu apa yang akan terjadi mencoba memalingkan wajahnya, tapi
jambakan Herman terlalu kuat.
“Ohh.. Ohh..” Herman dan Eddy mengerang keras dan mengarahkan penisnya tepat pada wajah Prita.
“Crt.. crt.. crt..” sperma
Herman dan Eddy menyembur deras menyemprot wajah imut Prita membuat
presenter itu gelagapan. Sebagian cairan sperma itu mengalir ke bibir
Prita. Prita terpaksa menelan sperma menjijikkan itu. Sementara itu
Herman dan Eddy terus menyemprotkan sperma mereka, tidak hanya di wajah,
tapi juga di bagian tubuh Prita yang lain, terutama pada payudara Prita
yang montok dan kenyal.
“Ahh…” Herman dan Eddy
melenguh penuh kepuasan merasakan ejakulasi yang begitu hebat. Keduanya
sampai terpuruk lemas di lantai, membiarkan Prita yang sekujur wajah dan
payudaranya berlumuran sperma. Cairan putih kental dan menjijikkan itu
menetes-netes di dada Prita. Prita yang seumur hidupnya belum pernah
mencium bau sperma, merasakan lengketnya cairan sperma, apalagi menelan
sperma, langsung muntah-muntah.
Di depannya, Gayong yang
menggumuli tubuh telanjang Frida masih tampak mengejang-ngejang
merasakan kenikmatan ejakulasi yang dialaminya. Gayong mendengus-dengus
seperti seekor kerbau terluka, menekan penisnya sedalam mungkin di liang
vagina Frida, menuntaskan semburan spermanya mengisi rahim wanita yang
sedang diperkosanya. Selama beberapa menit Gayong terus menekan penisnya
di dalam vagina Frida, ingin merasakan kehangatan tubuh mulus sang
presenter sebanyak yang dia bisa sembari menghujani bibir mungil Frida
yang merintih-rintih.
“Ahh..” Gayong menegakkan
badan diiringi lenguhan puas. Selama beberapa saat dipandanginya tubuh
telanjang Frida yang terlentang lemas. Dari vagina Frida terlihat
ceceran sperma Gayong yang meluber tak tertampung.
“Ohh.. Tempik cewek kota
emang mantap..” kata Gayong yang menggelosor di lantai, kelelahan, tapi
sangat puas bisa menikmati kemulusan tubuh Frida. Meski sudah tidak
perawan, tapi kenikmatan bersenggama dengan wanita seperti Frida Lidwina
tentu sangat jauh bedanya jika dibandingkan dengan semua wanita yang
pernah ditidurinya.
Sementara itu, Frida yang
kesadarannya mulai pulih, meledak tangisnya. Dia merasa dirinya telah
hancur, kotor dan tercemar. Kehormatannya yang dia jaga telah tercabik
secara paksa oleh pria yang tidak dia kehendaki. Frida makin terasa
hancur setelah ingat kalau hari ini adalah masa suburnya, yang itu
berarti dirinya kemungkinan besar akan hamil akibat perkosaan yang
dialaminya.
Sementara itu, Sam yang dari
tadi tidak kebagian apa-apa karena bertugas merekam perkosaan yang
dilakukan Gayong terhadap Frida, meminta bagiannya. Dia bertukar tugas
dengan Eddy. Dia sendiri, karena sudah terangsang berat, segera melucuti
pakaiannya dan tanpa malu-malu bertelanjang bulat di depan banyak
orang. Kemudian Sam mendekati Frida yang masih terbaring lemas di
lantai.
“Sekarang sama saya ya
Frid..” kata Sam dengan cengar-cengir mesumnya. Frida hanya bisa
menggeleng menolak keinginan Sam, tatapan mata Frida meredup dan pasrah.
“Jangan Pak.. jangan.. saya
nggak kuat..” Frida merintih lemah, tapi rintihan Frida jelas tidak akan
mungkin menghentikan Sam yang sudah terangsanp berat. Ditelungkupkannya
tubuh telanjang Frida yang putih mulus itu kemudian dipaksanya reporter
cantik itu untuk menungging dengan bertumpu pada lutut dan sikunya.
Posisi itu membuat pantat Frida berada lebih tinggi dari kepala wanita
itu. Sam meneguk ludah melihat pantat Frida yang mulus.
“Ohh.. ini baru namanya
pantat.” Sam mengelus-elus dan meremasi pantat Frida yang padat dan
mulus. Pantat presenter itu tentu sangat berbeda dengan pantat pelacur
yang sering dipakainya. Sam dengan gemas meremas-remas pantat yang
kenyal dan padat itu. Sam bahkan menampar-nampar pantat yang membulat
itu dengan keras, membuat Frida menjerit lemah tiap kali pantatnya
ditampar. Bilur-bilur kemerahan mulai menjiplak pada pantat putih mulus
Frida.
“Ohh.. memang montok banget
nih pantat.” kata Sam sambil terus meremasi pantat Frida. Kemudian Sam
merenggangkan kedua paha Frida, membuat vagina wanita itu kembali
membuka. Sisa-sisa sperma Gayong masih menetes-netes keluar membasahi
paha Frida.
“Saya jadi pingin ngerasain tempik cewek kota nih..” ujar Sam dengan terengah menahan nafsunya yang kian menggebu.
“Jangan Pak.. jangan..”
Frida menoleh ke belakang dan menggeleng saat merasakan benda tumpul
menggesek-gesek bibir vaginanya. Tapi Sam tidak tahan lagi, dia segera
mendorong pantatnya maju sambil menarik pantat Frida ke arahnya, membuat
penisnya yang sudah tegang berkedut-kedut langsung melesak ke dalam
liang vagina Frida dengan lancar.
“Ohhkk.. hh..” Frida
merintih lirih merasakan vaginanya dijejali penis Sam yang berukuran
besar. Air mata Frida kembali mengalir membasahi pipinya merasakan pedih
pada selangkangannya, meskipun kali ini tidak sepedih seperti saat
Gayong memperkosanya karena vaginanya telah licin oleh sperma Gayong dan
cairan vaginanya sendiri. Sakit yang dirasakan Frida saat ini adalah
sakit secara psikis karena dihina dan direndahkan sedemikian rupa.
“Ohh..” Sam melenguh keras
merasakan kenikmatan cengkeraman vagina Frida. Penisnya berkedut-kedut
merasakan denyutan dinding vagina Frida yang berkontraksi.
Pelan-pelan Sam menggerakkan
pantatnya maju mundur membuat penisnya menyodok-nyodok vagina Frida,
membuat wanita berambut pendek itu mendesah dan mengerang antara sakit
dan nikmat. Bagi Sam, rintihan yang keluar dari bibir mungil Frida
merupakan daya rangsang tersendiri bagi birahinya yang kian memuncak.
Genjotan penisnya makin lama makin cepat dan makin kuat bahkan cenderung
brutal membuat tubuh Frida tersentak maju mundur tiap kali penis Sam
menyodok vaginanya.
Frida sendiri, yang telah
mengalami orgasme, tidak lagi melakukan perlawanan birahinya yang ingin
dipuaskan. Tubuhnya yang telah dikuasai gejolak seksual saat ini hanya
ingin menikmati persetubuhan yang sedang dilakukannya. Meskipun pada
awalnya terpaksa, tapi setelah beberapa saat, jelas terlihat kalau Frida
sangat menikmati persetubuhan itu.
“Ohh.. ohh.. ahh.. ahh..”
desahan-desahan manja meluncur dari bibir Frida seirama dengan genjotan
penis Sam pada vaginanya. Wajah Frida yang putih tampak memerah
merasakan dorongan birahinya yang kian meluap. Vaginanya kian banjir
oleh cairan vagina yang membuat genjotan penis Sam jadi makin lancar
memompa vagina Frida, membuat presenter itu kian melenguh-lenguh liar.
Tubuhnya gemetar hebat merasakan setiap genjotan penis Sam. Frida sudah
sepenuhnya dikuasai oleh dorongan birahi yang begitu hebat. Begitu
hebatnya dorongan birahi Frida, terbukti tiap kali Sam menghentikan
sodokan penisnya, secara tak sadar Frida menggoyangkan pantatnya
sendiri, membuat penis Sam tetap memompa vaginanya.
Herman dan Eddy tertawa
menghina melihat bagaimana Frida yang terangsang berat menggoyangkan
pantatnya sendiri untuk membuat vaginanya terus disodok oleh penis Sam.
“Lihat tuh Prit..” Herman memaksa Prita melihat adegan tersebut. “Temanmu semangat banget tuh.”
Prita hanya bisa memejamkan
mata sambil menangis. Prita tidak tahan menyaksikan penderitaan
sahabatnya yang menggeliat geliat menahan sakit sekaligus merasakan
kenikmatan persetubuhan itu. Sementara Frida yang sudah terhanyut oleh
permainan Sam, akhirnya berkelojotan, pantatnya yang menungging
menghentak-hentak dan bergoyang liar membuat penis Sam menyodok
vaginanya dengan keras. Sam mengimbangi keganasan gerakan Frida dengan
menggenjotkan penisnya sekuat-kuatnya. Begitu kuatnya sampai suara
gesekan organ genital mereka yang bersatu terdengar berdecak-decak
diiringi dengan desah dan erangan mereka. Frida akhirnya tidak tahan
lagi, wajahnya menegang dan merah padam seolah mau meledak. Sekuat
tenaga Frida menahan dorongan klimaks yang menghantam sekujur syarafnya,
dia menggigit bibirnya mencoba bertahan tapi dorongan orgasmenya
terlalu kuat untuk ditahan.
“AHHHKKH.. OHHH..!!” Frida
melolong keras bagai srigala lapar. Tubuhnya melengkung ke atas.
Wajahnya kian menegang. Tubuh telanjang Frida menggelepar liar sementara
dinding vaginanya berkontraksi hebat meremas penis Sam. Sam merasakan
penisnya berkedut-kedut tegang akibat kontraksi dinding vagina Frida
yang meremas batang penisnya. Sam lalu menekan penisnya di vagina Frida
sampai mentok dan menahannya kuat-kuat. Sam merasakan penisnya berdenyut
keras.
“AHHKK.. OHH..!” Sam
melenguh keras, spermanya menyembur deras di dalam vagina Frida, mengisi
rahim wanita cantik itu dengan benih terlarang.
Frida yang meski merasakan
kenikmatan orgasme, tidak bisa mencegah tangisnya, meratapi nasib buruk
yang menimpanya, tidak hanya satu, tapi ada dua pria yang menggagahinya,
mengisi rahimnya dengan benih terlarang, yang mungkin akan ada lagi
pria yang akan menggagahinya. Frida tidak tahu apa yang harus
dilakukannya jika kelak dia benar-benar hamil akibat perkosaan yang
dialaminya. Di pihak lain, Sam justru merasa senang bukan main. Di dalam
hatinya, Sam bahkan benar-benar berharap agar bisa menghamili Frida.
Alangkah bangganya Sam jika dia bisa menghamili Frida, itu berarti dia
akan memperoleh keturunan dari seorang wanita yang tidak saja cantik dan
terhormat, tapi juga cerdas dan terpelajar. Karena itu dia terus
menunggingkan pantat Frida, memaksa rahim wanita cantik itu terisi
dengan spermanya sebanyak mungkin sambil berharap benih yang ditanamkan
di rahim Frida bisa berkembang. Setelah selesai melampiaskan nafsu
bejatnya, Sam meninggalkan Frida tergolek tak berdaya di lantai. Tubuh
putih mulus yang telanjang itu gemetar menahan sakit yang menderanya.
Selama beberapa menit,
sebuah kesunyian yang aneh seperti memenuhi ruangan. Nyaris tidak ada
suara sedikitpun, kecuali hanya isakan tangis Frida dan Prita. Bahkan
anginpun seolah berhenti bertiup. Kesunyian yang ada terasa begitu
mencekam, sepertinya alam sedang meratapi nasib tragis kedua reporter
cantik itu. Kesunyian itu baru terpecahkan saat Herman memerintahkan
Gayong dan Eddy untuk melepaskan tali-tali yang mengikat tangan dan kaki
Prita. Keduanya memotong tali-tali itu lalu menarik Prita berdiri
kemudian mendorong presenter itu sampai tersungkur ke lantai. Prita
mencoba berdiri meski dengan kaki gemetar.
“Uh.. Kamu jorok banget.”
kata Herman saat melihat wajah dan tubuh setengah telanjang Prita yang
masih berlumuran cairan sperma kental. Herman memberi kode pada Gayong
yang langsung mengambil seember air dan menyiramkannya ke tubuh mulus
Prita. Guyuran air itu membuat Prita gelagapan, tapi sekaligus juga
menyapu sperma yang melumuri wajah dan tubuhnya. Basahnya tubuh Prita
juga membuat gadis itu terlihat makin cantik dan segar, apalagi ditambah
celana dalamnya yang ikut basah semakin transparan membuat belahan
vagina Prita menjiplak sangat jelas.
“Oohh.. montoknya..” kata
Herman. Lalu dengan gemas dia menarik BH dan celana dalam Prita sampai
robek kemudian melemparkan pakaian terakhir Prita itu jauh-jauh.
Sekarang presenter cantik itu telah sempurna telanjang bulat, tubuh
putih mulus itu sekarang sudah siap untuk dinikmati. Eddy yang memegang
kamera dengan gesit segera menyorot tubuh telanjang itu.
“Tunggu dulu..” Herman
mencegah teman-temannya. “Biar dia baca dulu yang ini.” Herman
menyodorkan kertas yang tadi diberikan pada Frida. Tangan Prita gemetar
menerima kertas itu.
“Sekarang baca yang keras!” perintah Herman pada Prita. Prita menggeleng ketakutan.
“Jangan membantah.” Herman
membentak, dia menunjuk ke arah Frida yang terkapar tak berdaya di
lantai. Prita melihat sahabatnya dengan sedih, tangisnya makin keras.
Keadaannya sekarang bertukar dengan Frida. Sungguh sebuah kengerian luar
biasa sedang menunggu di depannya. Tapi Prita tidak punya pilihan lain.
Maka dengan terpaksa, Prita mulai membaca tulisan di tangannya.
“Saya Prita Laura dari
MetroTV menyatakan, apa yang saya lakukan ini adalah kemauan saya
sendiri, tanpa paksaan dari siapapun.” Prita membaca dengan lancar, tapi
datar tanpa ekspresi. Eddy menyorotnya dengan kamera. Lalu semuanya
diam, meninggalkan sebuah keheningan Selama beberapa saat. Dalam
keheningan itu mereka menatap dan menikmati kemolekan dan kemulusan
tubuh bugil Prita.
“Ohh.. muluss..” mereka berdecak kagum menatap keindahan tubuh Prita. Prita memalingkan wajahnya, tangisnya makin keras.
Tanpa diduga, Herman
tiba-tiba memeluk tubuh telanjang Prita dengan dekapan erat, lalu dia
menghujani bibir mungil gadis itu dengan ciuman dan lumatan ganas. Prita
berusaha meronta melepaskan diri, tapi tentu saja tenaganya tidak cukup
kuat untuk melawan dekapan Herman. Desakan bibir Herman membuat Prita
megap-megap, bibirnya yang mungil menggemaskan terus menerus dilumat dan
diciumi oleh Herman, kedua bibir yang sangat bertolak belakang itu
terus menyatu dalam lumatan ganas selama beberapa menit, sementara
tangan Herman yang kasar sibuk menggerayangi dan mengelus-elus punggung
telanjang Prita yang mulus. Tidak sesentipun punggung putih presenter
itu lepas dari rabaan tangan Herman.
Ciuman dan kecupan Herman
kemudian berpindah ke leher Prita. Dalam sekejap saja jejak-jejak merah
mulai menjiplak pada leher bening itu. Ciuman Herman kian liar dan
akhirnya menyerbu payudara Prita yang menggantung indah. Payudara yang
mulus dan kenyal itu dilumatnya dan dijilatinya dengan rakus, sementara
tangan Herman mencaplok payudara Prita yang masih bebas, dan dengan
kekuatan tangan seperti seorang pegulat, Herman meremasi payudara gadis
itu dengan penuh nafsu.
“Ahhs.. ehkh.. ehhss..”
Prita mendesis-desis merasakan jilatan lidah Herman pada puting
payudaranya. Mau tidak mau jilatan pada daerah sensitif itu membuat
tubuh Prita bereaksi. Di luar kemauannya, tubuhnya memberi respon pada
rangsangan yang diberikan oleh Herman, apalagi tubuh Prita pernah
mengalami orgasme sebelumnya, membuat rangsangan Herman cepat
membangkitkan gairah seksual Prita. Karena itu, secara naluriah Prita
merespon dengan menjambak rambut Herman dengan desahan penuh nafsu,
bukan untuk menolak perlakuan Herman, tapi justru untuk meminta lebih.
Hal itu membuat cumbuan Herman pada payudara Prita makin ganas. Herman
bahkan mencaplok payudara mulus itu dengan rakus dan mengenyotnya
kuat-kuat. Saking gemasnya, Herman mencengkeram payudara gadis itu dan
meremasnya kuat-kuat, membuat Prita menjengit dan merintih kesakitan
tapi sekaligus nikmat.
Kenyotan dan remasan Herman
pada payudara Prita berlangsung selama beberapa menit sebelum
mengalihkan serangannya ke bagian perut Prita yang licin dan rata.
Jilatan lidah Herman menyapu hampir seluruh bagian perut yang putih
ramping itu, dan kemudian meluncur ke bawah mengarah ke selangkangan
presenter cantik itu.
“Ohh.. ohh.. ahss..” Prita
mendesah saat Herman memaksa dia membuka paha lebar-lebar lalu
menelusuri daerah kemaluannya yang ditumbuhi rambut halus dengan
lidahnya. Sesekali Herman juga menggunakan jarinya untuk mengaduk-aduk
vagina yang masih perawan itu.
“Ohh.. aahh.. ahh..” desahan
Prita makin tak terkendali saat Herman menyentuh klitorisnya yang
sangat peka rangsangan. Setiap sentuhan Herman pada titik sensitif itu
membuat tubuh Prita menggeliat menahan kenikmatan yang menggila. Prita
akhirnya tidak tahan lagi. Tubuhnya yang putih mulus itu mengejang
diiringi sebuah erangan panjang.
“OHHKH.. AHHKK.. AAHH..!”
Prita mengepalkan tangannya, tubuhnya menegang seolah sedang berusaha
mengeluarkan sesuatu yang sangat besar dari tubuhnya. Seketika cairan
vaginanya mengucur lagi membasahi selangkangannya. Tanpa jijik
sedikitpun Herman menjilati cairan vagina Prita, sebab berdasarkan
kepercayaan salah satu suku pedalaman, kalau dia bisa menghisap cairan
cinta seorang perawan maka perawan itu akan mematuhi segala perintahnya.
Prita terengah-engah
merasakan ledakan orgasmenya. Orgasmenya yang kedua jauh lebih hebat
dari yang pertama, dan membuat tubuh Prita terasa lemas. Kakinya gemetar
tidak kuat lagi berdiri. Prita langsung terpuruk tak berdaya di lantai.
Tubuhnya yang telanjang bulat dan basah oleh air dan keringat terlihat
sangat menggiurkan.
Mengetahui kondisi Prita
yang masih terpengaruh oleh orgasme, Herman segera melepas sisa
pakaiannya sampai bugil. Tubuh Herman terlihat kokoh dan kekar. Tato
khas suku pedalaman menghiasi tubuhnya, sebuah bekas luka memanjang
membelah dadanya membentuk garis diagonal. Kemudian Herman membaringkan
tubuh telanjang Prita sampai terlentang dan membuka kaki gadis itu
membuat vaginanya terkuak. Lalu tanpa memberi jeda, Herman segera
menindih tubuh putih mulus itu. Prita merasakan himpitan tubuh Herman
menekan tubuhnya dengan kasar membuatnya sesak nafas. Tapi Herman tidak
memberi peluang sedikitpun pada Prita untuk bergerak. Herman segera
memeluk tubuh mulus itu dengan erat dan menggumulinya dengan penuh nafsu
sambil bibirnya melumat-lumat bibir Prita dan daerah sekitar leher dan
bahu gadis itu. Sementara itu pantat Herman bergerak liar mencari-cari
posisi liang vagina Prita, dan ketika penisnya yang kokoh telah
menemukan sasarannya, Herman segera mendorongkan pantatnya.
“Ahhkkh..!” Prita mengerang
kesakitan saat penis Herman melesak masuk ke liang vaginanya yang masih
perawan. Prita merasa vaginanya dirobek secara paksa, rasanya pedih dan
nyeri luar biasa, Prita sampai mengepalkan tangannya menahan rasa sakit
yang mendera daerah selangkangannya.
“Ohh..” Herman melenguh
nikmat merasakan penisnya membenam di kemaluan Prita. Ditatapnya wajah
gadis cantik yang sedang dia perkosa itu selama beberapa saat, seolah
sedang menikmati ekspresi Prita yang sangat memelaskan. Herman lalu
menggerakkan pantatnya untuk menggenjot vagina gadis itu. Semula sulit
sekali, meskipun vagina Prita sudah basah oleh cairan kewanitaan, tapi
vagina itu terlalu sempit bagi penisnya yang besar, ditambah cengkeraman
vagina gadis itu seolah tidak mau melepaskan penisnya. Prita langsung
mengerang kesakitan tiap kali Herman menggerakkan penisnya mengaduk
vagina presenter itu. Perlu usaha keras bagi Herman untuk menggenjot
vagina Prita, dan itu berarti Prita harus merasakan nyeri luar biasa
pada kemaluannya. Tapi setelah beberapa saat, gesekan kemaluan mereka
yang menyatu menjadi lancar. Vagina Prita mulai menyesuaikan diri
menerima sodokan penis Herman. Herman pelan-pelan makin meningkatkan
kecepatan genjotannya, membuat tubuh Prita yang mungil tersentak-sentak.
Seiring dengan itu, rintihan Prita makin berkurang dan berganti menjadi
desah nikmat. Rupanya sensasi orgasme Prita masih mempengaruhi tubuh
gadis itu, apalagi Herman memang pintar membangkitkan libido perempuan.
Maka yang terlihat kemudian bukan lagi seorang wanita yang sedang
diperkosa, melainkan seorang wanita yang tengah berusaha memuaskan
pasangannya dalam sebuah persetubuhan yang panas.
Tidak puas dengan posisi
yang monoton, Herman lalu mengangkat kedua paha Prita dan memposisikan
paha yang mulus itu sampai mengangkang lebar mirip posisi kaki katak,
membuat vagina gadis itu membuka lebar. Sambil menahan kaki Prita dengan
kedua tangannya, Herman kembali menggagahi gadis itu. Posisi seperti
itu membuat penis Herman lebih leluasa menyodok vagina Prita. Prita
mendesah-desah merasakan setiap sodokan penis Herman. Prita hanya
menuruti keinginan tubuhnya. Disamping tidak punya daya untuk melawan,
diam-diam Prita juga menikmati persetubuhan yang baru kali pertama
dirasakannya.
Sambil terus menggenjot
vagina Prita, tangan Herman juga bergerilya dengan merabai dan
meremas-remas payudara presenter itu. Herman juga mempermainkan puting
payudara gadis itu dengan jarinya, kadang puting yang merah segar itu
dia pilin dengan lembut, kadang ditarik-tarik bahkan dicubiti. Hal itu
membuat Prita mengerang dan mendesah antara sakit dan nikmat.
Genjotan penis Herman
ditambah remasan pada payudaranya membuat Prita tidak tahan lagi.
Desakan orgasmenya mendesak-desak ingin keluar membuat tubuhnya yang
mulus menggelepar-gelepar.
“Ohkkhh.. aahh..” Prita melolong keras merasakan gempuran orgasmenya. Teman-teman Herman yang melihatnya tertawa menghina.
“Dasar pelacur. Nolak-nolak
tapi konak juga.” terdengar hinaan dari mereka yang membuat Prita merasa
malu. Tapi Prita tidak bisa memungkiri, orgasmenya memang sangat kuat.
Cairan vaginanya kembali membludak, kali ini berwarna kemerahan
bercampur dengan darah keperawanannya. Tapi meskipun Prita sudah
mengalami klimaks, Herman belum juga terpuaskan. Kali ini Herman
memiringkan tubuh Prita, lalu Herman mengangkat sebelah kaki Prita dan
menyampirkan kaki itu ke pundaknya. Sambil memegangi kaki mulus itu,
Herman kembali menggenjot vagina Prita sampai tubuh mulus gadis itu
tersentak-sentak.
“Ohh.. ahh.. ohh.. am..
puun.. ahh.. sudahh.. ohh.. sudahh..” Prita merintih-rintih memohon agar
Herman menghentikan perkosaan terhadap dirinya. Deraan rasa sakit yang
bercampur nikmat itu benar-benar membuat Prita kepayahan. Wajahnya merah
padam menahan kenikmatan yang menggebu.Dan terlihat sangat memelaskan.
Tapi Herman justru tertawa menghina.
“Ah, diam! Dasar pelacur!”
Herman memaki sambil menggenjot vagina Prita lebih kasar dan lebih
brutal dari sebelumnya. Tubuh Prita tersentak-sentak liar seirama dengan
genjotan Herman.
Berpuluh menit lamanya
Herman memperkosa Prita sampai gadis cantik itu tak kuat lagi merintih.
Sedikitnya sudah lima kali Prita mengalami orgasme akibat perkosaan itu.
Tapi entah jamu apa yang diminum Herman, pria itu mampu bertahan begitu
lama. Tubuh mulus Prita lebih mirip boneka kain yang tak mampu bergerak
kecuali hanya menggeliat lemah merasakan sakit pada vaginanya. Baru
setelah Prita mengalami orgasme keenam kalinya, Herman mulai tak tahan.
Tubuh Herman mulai mengejang.
“Ohh.. aahh.. ahh..” Herman
mengerang. Dia membenamkan penisnya sedalam-dalamnya saat vagina Prita
berkontraksi keras meremas penisnya, lalu diiringi lenguhan keras,
Herman menyemburkan spermanya mengisi rahim presenter cantik yang sedang
dia perkosa itu.
“Ahhggh..” Herman mengejang
merasakan sensasi ejakulasinya yang amat hebat. Selama beberapa menit
Herman mendiamkan penisnya di dalam vagina Prita dengan harapan agar
benihnya bisa sepenuhnya terserap di dalam rahim gadis itu.
Tubuh telanjang Prita
langsung terkulai lemas di lantai. Dia hanya bisa menangis tersedu-sedu.
Tubuhnya terasa sakit seperti baru saja diinjak-injak rombongan banteng
mengamuk. Prita merasa sangat kotor dan hina. Benih terlarang Herman
telah mencemari kesucian rahimnya yang dia jaga selama ini, apalagi
mengingat kalau dirinya akan hamil akibat diperkosa.
Hanya sesaat Prita lepas dari penderitaan. Eddy yang tadi merekam adegan perkosaan Prita berganti tugas dengan Gayong.
“Sekarang bagian saya.” Eddy
mendorong Prita sampai terlentang. Prita terpekik ketakutan dan
berusaha menghindar, tapi Eddy segera menarik kedua kaki Prita dan
membuka paha mulus itu lebar-lebar. Eddy meneguk ludah memandang
kemulusan tubuh Prita yang telanjang bulat, terutama saat melihat vagina
Prita yang berlumuran sperma dan darah keperawanan. Lalu dengan buas
Eddy menerkam tubuh mulus itu dan menggelutinya dengan kasar. Prita
hanya bisa meronta lemah di bawah tindihan Eddy, tubuhnya terlalu payah
untuk melawan, karena itulah saat ciuman dan jilatan Eddy mendarat di
bibir dan sekitar lehernya, gadis itu hanya bisa pasrah.
Selama beberapa menit Eddy
memuaskan keinginannya menikmati bibir Prita yang menggemaskan.
Kecupan-kecupan ringan disusul oleh lumatan ganas menghujani bibir
mungil itu. Pada saat yang bersamaan Eddy juga mengarahkan penisnya ke
vagina Prita. Digesekkannya ujung penisnya pada bibir vagina gadis itu
sambil didorongnya maju. Pelan tapi pasti penis Eddy mulai menembus
liang vagina Prita.
“Ehhkh..” tubuh telanjang
Prita mengejang merasakan penis Eddy memenuhi vaginanya, kembali rasa
nyeri menyebar dari selangkangan Prita membuat gadis itu menggeliat di
bawah tindihan Eddy.
“Oghh.. ohh..” Eddy
mengerang merasakan kenikmatan yang mengaliri tubuhnya saat dinding
vagina Prita menekan penisnya. Eddy merasakan dinding vagina presenter
cantik itu berdenyut keras seolah-olah membetot penisnya kuat-kuat. Eddy
sampai melenguh-lenguh merasakan sensasi itu. Selama hampir satu menit
Eddy mendiamkan penisnya membenam di dalam vagina Prita, seolah ingin
memberi kesempatan pada gadis itu untuk ikut menikmatinya juga. Jeda
yang cukup lama itu digunakan oleh Gayong untuk merekam ekspresi Prita
yang memelas.
“Ohhkk.. ahh..” Prita
merintih saat Eddy mulai mendesakkan penisnya maju mundur. Vaginanya
seperti diaduk-aduk oleh sebatang besi membara. Prita merasa penis itu
melebar menekan dinding vaginanya.
“Ehhkkhh..” Prita kembali
menjerit lirih saat Eddy menekan penisnya lebih dalam. Seketika rasa
pedih menyebar dari selangkangannya.
Kemudian proses yang sama
terulang lagi dan lagi dengan kecepatan sodokan penis Eddy yang kian
meningkat. Eddy merasakan gesekan penisnya pada dinding vagina Prita
makin lancar, karena itu dia makin bersemangat menggagahi gadis cantik
itu. Terus menerus selama beberapa menit Eddy menggenjot vagina Prita.
Setiap sodokan penis Eddy membuat Prita merintih lirih, rupanya gadis
cantik itu terlalu lemah untuk melakukan perlawanan. Tubuhnya yang putih
mulus hanya bisa tersentak-sentak mengikuti gerakan pria yang sedang
memperkosanya. Eddy makin gemas melihat wajah cantik yang terlihat
memelaskan itu. Kegemasannya dilampiaskan dengan menggenjot vagina Prita
sekuat-kuatnya sambil bibirnya sibuk melumati bibir mungil presenter
itu.
Hampir sepuluh menit lamanya
Eddy menggeluti tubuh telanjang Prita yang putih mulus sampai akhirnya
Eddy memaksa Prita untuk menungging. Dengan doggy style membuat Eddy
jadi lebih leluasa menggagahi presenter itu. Sambil memegangi pantat
Prita yang mulus, Eddy menyodokkan penisnya kuat-kuat ke vagina Prita.
“Ahh.. aahh. oohh..” Prita
merintih, antara sakit dan nikmat. Tubuhnya yang mulus tersentak-sentak
maju mundur mengikuti gerakan Eddy. Payudaranya yang menggantung bebas
itupun bergoyang-goyang mengundang nafsu.
Prita yang sudah kelelahan
makin tidak berdaya diperkosa sedemikian kasar. Tubuh telanjangnya kini
hanya bagaikan seonggok daging yang terlempar kesana kemari mengikuti
gerakan pria yang memperkosanya. Rintihan-rintihannya telah banyak
berkurang. Hanya wajahnya yang memelas bersimbah air mata yang
menunjukkan betapa tersiksanya gadis itu. Tapi Eddy jelas tidak
memedulikan bagaimana keadaan Prita. Yang diinginkannya hanyalah
bagaimana bisa mereguk kenikmatan sebanyak-banyaknya dari tubuh gadis
cantik itu. Eddy terus menggagahi presenter itu sekuat tenaga. Prita
sampai meringis-ringis menahan penderitaan antara sakit dan nikmat yang
melanda tubuhnya. Tapi seolah tahu keadaan Prita, Eddy selalu bisa
menahan agar Prita tidak mencapai orgasmenya dengan cepat. Setiap kali
Prita hampir mencapai klimaks, Eddy menahan gerakannya, membuat orgasme
Prita tertunda. Hal itu terjadi berulang-ulang membuat Prita makin
kepayahan.
“Eghh.. ahh.. Am.. punn..
oghh.. ahh.. Sudahh.. Tuannh.. sudaahh..” Prita mengerang-erang lemah
memelaskan. Tapi erangan memelas dari gadis itu makin membuat Eddy kian
ganas dalam memperkosa Prita. Tubuh telanjang gadis itu benar-benar
tidak ubahnya sebuah boneka seks yang tersentak kesana-kemari tiap kali
vaginanya digenjot. Hal itu terus berlanjut selama sepuluh menit sampai
akhirnya Eddy yang tidak tahan.
“Ahh.. oohh..” Eddy melenguh
keras saat merasakan vagina Prita berkontraksi hebat seolah menyempit
mencengkeram penisnya. Eddy merasa seluruh syaraf birahinya menegang
membuat tubuhnya seolah menggelembung ke segala arah. Dilihatnyang wajah
Prita merah padam menahan desakan orgasme. Tubuh telanjang Prita yang
mulus menggeliat dan mengejang selama beberapa detik.
“Ahhkkh.. oohh.. ohh..”
Prita mengerang merasakan tubuhnya bereaksi. Syaraf seksualnya bergetar
hebat, orgasme yang sedari tadi ingin dilepaskan kali ini meraung hebat
seperti seekor hewan buas yang lepas dari kandangnya. Tubuh mulus gadis
cantik itu menegang seperti patung perunggu di dalam dekapan Eddy.
“OHHH.. OHHH..” Prita
melenguh merasakan orgasmenya yang tak terkendali. Vaginanya berdenyut
keras mencengkeram penis yang menggenjotnya. Eddy melenguh-lenguh liar,
tak tahan merasakan desakan ejakulasinya. Dihentakkannya penisnya
kuat-kuat dan dibenamkannya dalam-dalam di liang vagina Prita. Diiringi
lenguhan keras, sperma Eddy menyembur deras memenuhi vagina Prita,
mengisi rahim gadis itu dengan benihnya.
“Ogghh.. ohh..” Eddy
mengerang penuh kepuasan. Tubuh pria itu bergidik saat menuntaskan
spermanya, mengisi rahim gadis itu dengan benihnya sebanyak yang dia
bisa. Eddy merasa sangat puas, meskipun persetubuhan itu sangat
melelahkan, tapi juga sangat memuaskan. Dalam hidupnya, inilah
persetubuhan paling hebat yang pernah dialaminya. Setelah puas, Eddy
membiarkan tubuh telanjang presenter cantik itu tergeletak tak berdaya
di lantai.
Prita memejamkan matanya dan
menangis tersedu-sedu. Tubuhnya terguncang lemah mengikuti tangisannya.
Prita merasa terguncang luar biasa. Tubuhnya seperti ditimbuni oleh
tumpukan sampah, Prita merasa sangat kotor, tercemar dan tak berharga.
Kehormatannya seperti terhempas ke titik yang paling rendah. Harga
dirinya sebagai wanita terhormat dan terpelajar tercabik-cabik. Prita
bahkan merasa dirinya lebih hina dari pelacur paling hina sekalipun.
Tapi apa dayanya. Dirinya amat jauh dari pertolongan. Frida sahabatnya
bahkan mengalami hal yang lebih buruk darinya. Dia juga jauh dari
mana-mana. Prita bahkan tidak tahu di mana dirinya berada saat ini,
seolah-olah dirinya telah terhapus dari muka bumi. Dia ingat salah satu
kru Trans 7 yang sampai sekarang tidak ketahuan jejaknya. Prita
menggeleng ngeri membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.
Di tengah segala kegalauannya, didengarnya Herman berkata.
“Ikat mereka..!”
Prita terkesiap pucat, tapi
tidak sempat bereaksi, Sam, Eddy dan Gayong yang sudah berpakaian
langsung menyergapnya. Dengan cekatan tali-tali kuat langsung
membelenggu pergelangan tangannya di belakang punggung. Kedua wanita
cantik itu terikat tak berdaya, masih dalam keadaan telanjang bulat.
Bekas-bekas perkosaan masih terdapat pada tubuh mereka. Selembar lakban
hitam membekap mulut mereka. Prita memalingkan wajahnya, menghindari
tatapan Herman.
“Kalian punya tempik yang
istimewa ya..” kata Herman sambil mengelusi vagina kedua presenter
cantik itu. Prita dan Frida mendesah sesaat merasakan elusan pada
kemaluan mereka yang masih basah.
“Kebetulan. Ada yang mau membayar mahal untuk bisa ngentot sama perempuan-perempuan cantik seperti kalian..”
Prita dan Frida terperanjat
pucat pasi. Mereka menggeleng ketakutan. Air mata mereka mengalir makin
deras, membayangkan bencana besar yang menunggu mereka.